Pancasila melalui
semboyan Bhineka Tuggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua) mengandung
makna bahwa meskipun masyarakat Indonesia sangat plural baik dari segi agama,
suku bangsa, bahasa dansebagainya tetapi mereka diikat dan disatukan oleh
sebuah landasan hidup bersama (common platform) yakni Pancasila.
Piagam Madinah juga merupakan rumusan
tentang prinsip-prinsip kesepakatan antara kaum Muslim Madinah dibawah pimpinan
Nabi SAW dengan berbagai kelompok non-Muslim untuk membangun tatanan
sosial-politik bersama.
Sebagai sebuah
ikatan perjanjian politis antar umat beragama, Piagam Madinah memiliki beberapa
kesamaan substansi dengan Pancasila.
Pertama, sama-sama dibangun atas dasar kesatuan umat, yang
menghuni sebuah batas teritorial tertentu, bahkan sudah mampu melampaui konsep
negara bangsa kini, dimana kesatuan didasari oleh kesamaan senasib-sepenanggungan
untuk membela tanah air. Itulah satu umat, satu
kesatuan masyarakat yang saling mempertahankan dan melindungi bila ada musuh
yang datang menyerang. Perjanjian dalam piagam itu dapat berjalan beberapa
waktu sampai kelompok Yahudi berkhianat, justru di saat genting ketika Muslimin
akan menghadapi serbuan Quraisy. Pasca
dibukanya jalan demokrasi, muncul beberapa kalangan
yang menolak Pancasil,a karena Pancasila
lahir dan tinggal di Indonesia.
Kedua,
Piagam Madinah memberi hak sepenuhnya kepada tiap umat beragama untuk
menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing. Demikian pula,
Undang-Undang kita yang menjamin eksistensi agama dan peribadatan tiap warga
negaranya.
Ketiga,
perlindungan diberikan kepada mereka yang tidak berbuat zalim (la ‘udwana
illa ‘ala azh-zhalimin). Zalim adalah lawan dari adil, siapa yang tidak
melakukan kewajibannya dan melanggar hak orang lain. Maka
dia akan diberi sanksi sesuai kezalimannya, tanpa memandang pada etnis atau
latar belakang agamanya.
Keempat,
Piagam Madinah mengakomodir semua golongan, justru dengan tanpa mencantumkan
secara eksplisit “syariat Islam” ke dalam body-text-nya. Pancasila
dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebenarnya sudah lebih baik. Di
samping itu, spirit
yang diperoleh dari piagam ini adalah, bahwa tidak ada golongan yang mendapakan
hak lebih sebagai warga negara dibanding golongan yang lain. Kesamaan derajat
dihadapan konstitusi inilah yang kemudian mendasari salah satu isi Pidato Bung
Karno pada hari kelahiran Pancasila, 1 Juni 1945. Beliau mengatakan: “Kita hendak
mendirikan suatu negara “semua
buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan
bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi “semua buat semua”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar